top of page
  • repost

Memoar Masa Muda Perang Kemerdekaan


OTSUDO Noboru

Lahir di Tokyo

Pasukan Infanteri, Regimen Ketiga 富3802 Penjaga Kekaisaran, Letnan Muda

29 April 1918-10 Desember 2000 (82 tahun)

TMP Kalibata, Jakarta

Setelah Perang Kemerdekaan, bekerja di Kashima Trading, lalu mendirikan PT. Meiwa Indonesia dan PT. Dearland.

Kontributor terbesar di YWP

Anugerah Bintang Jasa Jepang untuk Musim Semi Tahun 1996 “The Order of the Sacred Treasure, Gold and Silver Rays”



Edisi No.1 Juni 1980

Memoar Masa Muda -Perang Kemerdekaan-



Pancur Batu kota kecil yang terletak di sepanjang jalan menuju ke Berastagi, kawasan resor dataran tinggi Tanah Karo, 20 km dari Medan kota terbesar Sumatera, pasar pun sepi karena sebagian besar petani yang tinggal di sekitar telah mengungsi. Atinis sebagai jalur transportasi strategis yang menghubungkan arah Langkat ke Tanah Karo atau Asahan, sekali-sekali tiba truk dengan penuh barang dan penumpang, lalu berangkat dengan menyisakan debu pasir mengepul sehingga tampak lebih panas hawanya diselimuti debu. Pancur Batu juga sebagai salah satu basis garis depan dalam Front Medan, terlihat laskar rakyat pasukan pejuang kemerdekaan berlalu lalang sehingga penuh suasana menegangkan. (perang yang berlangsung 1.5 tahun****…) disini juga yang membuat orang dapat melupakan suasana perang sejenak. Kemudian, sekitar Februari-Maret 1947, barisan pemuda Pesindo yang menempati sebelah kanan Front Padang Bulan di hadapan Pancoran Batu tersebut maju ke Front Deli Tua Batu dengan memisahkan diri dengan laskar pemuda Napindo yang menempati bagian depan Padang Bulan .


Sesuai namanya, Deli Tua adalah kota yang tua di daerah Deli, mulai tertinggal karena terletak di luar jalan arteri. Tetapi sejak Proklamasi Kemerdekaan, Deli Tua dianggap sebagai salah satu titik penting dalam jalur transporasi yang melingkari Binjai, Pancor Batu, Deli Tua, Tanjung Morawa dan kota Medan, karena pasukan pejuang kemerdekaan tidak bisa melewati Medan, maka Pesindo dikerahkan ke area ini karena sumberdaya belum cukup pada saat itu. Waktu barisan pemuda Pesindo mulai menempati di Front Batu dengan bermarkas di Deli Tua, pasukan pengintai Belanda merangsek ke Front Batu.


Pada saat itu beberapa calon perwira muda di akademi militer di Berastagi didampingi instruktur orang Jepang kebetulan datang di Front Batu untuk latihan praktek, lalu mereka diserang tentara Belanda. Salah satu instruktur, Bpk Kawai terkena tembakan di perut samping kiri dan siku. Dia ditinggalkan para calon perwira, tapi berhasil mundur sendiri sepanjang jalan sampai di area kantong sambil menahan sakitnya. Untungnya pasukan pengintai Belanda tidak mengejar lebih lanjut tetapi menarik mundur. Bpk Kawai yang dibawa ke rumah sakit di Tanjung Morawa sudah siap mental untuk tidak bertahan lama lagi setelah diketahui bahwa tidak tersedia apapun baik bius maupun disinfektan.


Dokter bilang akan membersihkan luka tembak di perut samping dengan arak cina buatan lokal. Sebelumnya, Bpk Kawai ditawarkan oleh dokter untuk mencoba arak tersebut, lalu dia mencicipi arak beras beraklohol 45% tersebut. Dia diobati dokter dengan dikelilingi para calon perwira yang menunggu dengan penuh rasa cemas. Pada saat itu dia menahan sakit yang luar biasa pada proses pengobatan tanpa bius dengan penuh gengsi baik sebagai orang Jepang maupun sebagai instruktur. Kemudian, untungnya dia sembuh total.


Front Deli Tua-Batu berhadapan dengan Kampung Baru yang diamankan tentara Belanda, dimana terdapat jalan aspal dan jalan rel kereta yang menghubungkan Medan dan Deli Tua melintasi dalam front pertempurannya secara sejajar. Suasana area tersebut mengerikan karena tersebar rumah warga yang sudah kosong dikelilingi pepohonan seperti kelapa, pinang, buah-buahan lainnya yang menutupi pandangan. Kirarnya tidak ada siapa-siapa, tetapi kemudian setelah melewati kebun sayur, kami pernah terkejut karena tiba-tiba terdapat rumah dengan penghuni keluarga Tionghoa perantauan.


Barisan pemuda Pesindo yang pindah ke Deli Tua dikatakan skala batalyon, tetapi jumlah orangnya baru skala kompeni, apalagi senjata yang sangat kurang, yaitu 1 senapan mesin ringan, 1 sten, kurang lebih 20 senapan, ada yang buatan Jepang ada juga yang buatan Belanda, banyak yang tidak bisa digunakan karena rusak dan kekurangan suku cadang. Namanya pasukan pejuang kemerdekaan, tetapi berupa laskar rakyat. Barisan pemuda Pesindo tidak diberi upah, seragam dsb sehingga memakai bajunya masing-masing, banyak juga dengan telanjang kaki. Mereka tidur di bangunan sekolah di Deli Tua yang sedang tutup, atau menempati rumah warga di sekitar bagi yang sudah berkeluarga. Suasana kota Deli Tua lebih sepi daripada Pancor Batu, tetapi ada warga yang tidak mengungsi dan tetap tinggal di situ. Ada warga yang mengandalkan keberadaan laskar rakyat, sehingga berjejer warung dengan lampu terang yang menawarkan pisang goreng, tahu goreng, kopi dsb pada malam hari yang menciptakan momen damai. Walaupun mereka tidak diberikan upah, tetapi disediakan makanan selama berada di garis depan. Makanannya disebut nasi bungkus yang terdiri dari nasi bercampur pasir dengan 2 ekor ikan asin yang kebanyakan duri sebesar *** saja atau kadang ada lauk sedikit berupa daun singkong yang dimasak santan. Bagi laskar rakyat yang masih muda, makanan yang disediakan tidak memadai baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Kekurangan tersebut dipenuhi dengan buah-buahan atau singkong bakar yang diambil dari rumah petani yang kosong. Pemuda laskar rakyat terhibur dengan berbincang-bincang di warung tersebut dengan mencari kehangatan manusia dan suasana damai dalam sementara waktu. Perbincangan tersebut mengandung sumber informasi tentang situasi dalam negeri dan desas-desus sepele. Entah dari mana mendapatkan uang, mereka membeli nasi bungkus di warung, atau duduk di warung sekadar untuk meminum kopi sehabis makan makanan yang diberikan.


Bpk Ozaki baru 4-5 bulan terjun ke masyarakat Indonesia sehingga kurang paham kondisi Indonesia dan kurang pintar untuk apapun dan tidak punya uang untuk duduk di warung, maka dia bersama-sama dengan beberapa pemuda laskar rakyat makan sambil duduk di lantai bangunan kamp dibawah lampu yang kurang terang. Sehabis makan makanan yang terkandung pasir, dia dipanggil Bpk Jamin, pimpinan pasukan pemuda yang bertanggung jawab untuk pengadaan dana dan barang. Bpk Jamin adalah orang Batak Karo yang membantu sebagai penjamin untuk membebaskan 4 orang termasuk Bpk Ozaki, 1.5 bulan setelah penahanan oleh polisi militer Indonesia di Kabanjahe, Tanah Karo sehabis mundur dari pasukan Jepang terakhir di Sumatera Utara pada bulan Oktober 1947. Pada saat itu, barisan pemuda Napindo yang beraliansi dengan Partai Nasional Indonesia memiliki kekuatan terbesar di wilayah Tanah Karo, disusul Barisan Harimau Liar sebagai gerombolan liar di pedalaman yang didirikan dan dilatih Kapten Inoue selama pemerintahan militer Jepang, sedangkan barisan pemuda Pesindo yang beraliansi Partai Sosialis Indonesia merupakan kelompok yang paling lemah dengan sedikit pendukung di desa-desa suku Karo. Sebagian besar para laskar raykat yang berafiliasi dengan partai tersebut tidak ada kaitan dengan ideologi politik tetapi karena dengan relasi pemimpin desa dsb. 4 orang termasuk Bpk Ozaki bergabung di barisan pemuda Pesindo karena kebetulan penjaminnya merupakan pimpinan Pesindo. Orang yang memperkenalkan Bpk Jamin adalah Bpk Yamamoto yang telah terjun ke masyarakat Indonesia sejak zaman Pemerintahan Militer Jepang, tapi dia sendiri bergabung di Napindo. Bpk Ozaki dipanggil ke ruangan yang gelap hanya dengan dilengkapi satu lampu minyak. Kemudian Bpk Jamin berbisik memulai dengan berkata “Sada Ari, ini rahasia, jangan sampai diungkapkan kepada siapa-siapa”, lalu menengok wajah Bpk Ozaki. “Dalam pasukan Belanda di Kampung Baru ada Letnan Watanabe, Letnan Yashiro, Letnan Muda Sawada dsb, apakah kamu tahu mereka?” Bpk Ozaki tersedak sesaat. Memang mereka adalah perwira yang berada bersamanya sampai 4-5 bulan lalu di pasukan Jepang. Hal tersebut langsung membingungkan pikiran Bpk Ozaki. Bagaimana Bpk Jamin mengetahui hal tersebut. Apakah ada suatu komunikasi dengan pasukan Belanda. “Ya saya kenal. Mereka perwira di satu pasukannya.” Bpk Ozaki menanggapinya tanpa berpikir banyak hal. Dengan membaca pikiran Bpk Ozaki, Bpk Jamin berkata “Sada Ari, tidak perlu khawatir. Mata-mata kami dikerahkan pasukan Belanda di pertempuran dan berkomunikasi dengan pasukan Jepang.” Bpk Ozaki berpikir hal seperti itu dimungkinkan saja, tetapi masih lebih besar kecurigaannya. “Sada Ari, kalau kamu mau bertemu, dimungkinkan saja. Setelah itu, kamu bisa kembali lagi dengan selamat. Bagaimana kalau kamu bertemu dengan mereka?” Tambah kecurigaan Bpk Ozaki. Walaupun dibilang tidak bahaya, kiranya tidak mungkin aman kalau bertemu dengan prajurit Jepang yang ada di dalam pasukan Belanda. Tidak perlu juga bertemu di daerah kantong pasukan Belanda, walaupun bertemu, tidak mungkin mendapatkan senjata. Bpk Ozaki sulit membaca maksud Bpk Jamin yang sebenarnya kenapa menyarankan bawahannya untuk mengambil tindakan yang berbahaya dan kiranya tidak membuahkan hasil, sepolos Bpk Ozaki pun sempat berpikir siapa dirinya Bpk Jamin. “Pak Jamin, terima kasih. Saya tidak ada keinginan untuk bertemu, jadi tidak akan ke sana”, secara tegas Bpk Ozaki menolak, lalu meninggalkan ruangannya. Pendiriannya tetap, tidak akan bertemu dengan mengambil resiko, tetapi Bpk Ozaki tidak bisa melupakan kejadian tersebut dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu, Bpk Jamin tidak pernah menyinggung masalah tersebut lagi.


Beberapa bulan kemudian, pada Juli 1947, tentara Belanda memulai Agresi Militer Belanda I, tidak lama kemudian menerobos dan menguasai daerah-daerah penting di daerah pantai timur sehingga barisan pemuda Pesindo di Deli Tua bubar terpecah belah. Bpk Ozaki bersama Bpk Kodama yang bergerak bersama-sama sejak zaman tentara Jepang menarik mundur ke wilayah Tanah Karo, kemudian berkeliaran di Tanah Karo yang menjadi front pertempuran baru akibat agresi pasukan Belanda bersama-sama dengan orang Jepang dan laskar rakyat Indonesia yang datang dari satu area. Kemudian Bpk Ozaki dan Bpk Kodama mendapatkan informasi bahwa ketua cabang Partai Sosialis Se-Sumatera berada bersama dengan keluarganya di desa S, kampung halaman Bpk Jamin, maka berkunjung ke desa S dan menetap di situ untuk sementara waktu. Bpk Ozaki dkk menyadari bahwa tidak ada Bpk Jamin di desa S yang dijadikan garis depan pertempuran Tanah Karo, kemudian menanyakan keberadaan Bpk Jamin kepada warga desa S yang dia kenal, ternyata dia ditangkap laskar rakyat di suatu desa yang tidak jauh dari desa S dan dihukum mati sebagai mata-mata tentara Belanda. (bersambung)


39 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page