top of page
  • repost

Mempersembahkan kepada Komandan Pasukan Almarhum Bpk ICHIKI Tatsuo


















ONO Sakari

Lahir di Hokkaido, Brigade Campuran ke-27雄10810 Tentara Kekaisaran Jepang, Sersan

Lahir 15 Juni 1920-masih hidup (per Nov 2004)

Malang, Jawa Timur

Anggota pendiri YWP




Jurnal Bulanan No.50 Edisi Juni 1986

Mempersembahkan kepada Komandan Pasukan Almarhum Bpk ICHIKI Tatsuo


Menuliskan artikel terkait almarhum Bpk Ichiki dengan mengutip catatan yang ditulis saat Perang Kemerdekaan Indonesia. Sebagai salah seorang anggota satuan Ichiki yang berhutang budi, saya mencatat jejak kehidupan beliau. Semoga jiwa almarhum tenang dan bahagia.


 

Agustus 1945

Begitu Perang Dunia II pecah, rupanya sudah diperjanjikan sebelumnya dengan Bpk YOSHIZUMI Tomegoro, intel Angkatan Laut Jepang, maka Bpk Ichiki sibuk berinteraksi dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan pejabat tinggi pemerintah dan militer Indonesia untuk bergabung dalam gerakan kemerdekaan Indonesia.



Tahun 1946

Setelah markas besar Tentara Republik Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Bpk Ichiki menjadi penasehat Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk memberikan dukungan baik untuk pemerintahan maupun untuk militer. (sumber: keterangan saksi oleh mantan Kolonel TNI AD Bpk Zulkifri)



14 Januari 1946

Selama 2 bulan, Bpk Ichiki bersama dengan 3 prajurit yang telah keluar dari markas tentara Jepang di Bandung, atas permintaan Tentara Republik Indonesia, ditempatkan di divisi pendidikan markas besar dan menyusun buku pedoman pengajaran strategi perang gerilya di Hotel Hakone (nama lokal: Hotel Merdeka) di Madiun, Sarangan.



12 Maret 1946

Atas permintaan akademi intelijen markas besar yang dibuka di sekitar Sarangan, Bpk Ichiki bertugas merangkap sebagai instruktur. Pada saat itu Bpk Ichiki mengumpulkan informasi dengan bolak-balik antara Yogyakarta, Madiun, Sarangan dan Jawa bagian timur dan menjalin komunikasi erat dengan pejabat tinggi pemerintahan dan militer.



Mei 1946

Berdasarkan dengan informasi yang terkumpul pada Bpk Ichiki, telah diketahui bahwa mantan prajurit Jepang yang memilih tetap tinggal, ada yang berpikiran dangkal dengan alasan masalah perempuan, ada yang merasa kurang yakin terwujudnya kemerdekaan Indonesia, dan ada juga yang sebenarnya ingin kembali ke tentara Jepang tetapi masih ragu karena takut dihukum.


Untuk menuntaskan masalah ketidakpercayaan masyarakat Indonesia terhadap mantan prajurit Jepang seperti itu dan mengabulkan keinginan mereka untuk kembali ke pasukan, dia mengirimkan rekannya ke markas tentara Jepang di Bandung untuk berkontak dengan Brigade Jenderal Bpk Koyanagi, kemudian mendapatkan jawaban bahwa anggota yang kembali akan diterima tanpa dihukum. Oleh karena itu dia meyakinkan mereka untuk kembali ke pasukannya.


Waktu itu, sedang dilakukan perjanjian gencatan senjata dengan musuh, tentara Belanda. Selama kesepakatan berlangsung, sesuai dengan pasal yang berlaku, orang Jepang yang berada di tentara Indonesia harus ditembak mati oleh pasukannya atau diserahkan kepada pasukan Inggris Belanda. Oleh karena itu, Bpk Ichiki meminta markas tentara Jepang untuk menjawab kepada pihak tentara Belanda bahwa tidak ada orang Jepang sama sekali.



Akhir Mei 1946

Bpk Ichiki sendiri sangat keberatan dengan kesepakatan gencatan senjata tersebut, sehingga berkali-kali menyarankan kepada Panglima Besar Tentara Republik Indonesia untuk melanjutkan pertempurannya, tetapi sarannya tidak diterima. Akhirnya pada akhir Mei, atas sepengetahuan tapi pura-pura tidak tahu Mayor Jenderal Bpk Lubis, maka Bpk Ichiki bersama 4 rekan lainnya berangkat ke arah Purwakarta dan Bogor melalui Yogyakarta dan Sumedang.

Dalam perjalanannya, Sersan Major Bpk** kembali ke tentara Jepang, dan Sersan Bpk Katano kembali ke pasukan sebelum berangkat, sehingga rekan-rekan yang mendampingi Bpk Ichiki menjadi 3 orang. Di Garut mereka mampir ke pasukan satuan Takai untuk bertukar pendapat. Pasukan satuan Takai adalah pasukan orang Jepang yang beranggotakan 30 mantan prajurit Jepang dibawah kepemimpinan kepala pasukan polisi militer tentara Indonesia di Jawa bagian barat Kolonel Rokana.



12 Juni 1946

Tiba di Purwakarta (Jawa Barat). Kepala regimen di wilayah tersebut Letkol Umar Barsan adalah siswa Bpk Ichiki waktu zaman Giyugun. Letkol tidak ingin Bpk Ichiki melanjutkan perjalanan ke barat dengan mempertimbangkan resiko yang akan dihadapinya dan mendapatkan perintah Panglima Besar untuk membatalkan perjalanan ke Bogor.

Bpk Ichiki menempatkan 1 orang Jepang sebagai penasehat dan penghubung di regimen tersebut, lalu bersama dengan 2 rekan lainnya kembali ke markas di Yogyakarta (Jawa Tengah).

(sumber: keterangan saksi, Bpk ONO Sakari)

Waktu itu Purwakarta ke daerah barat telah ditempati oleh pasukan Belanda di berbagai daerah sehingga sangat sulit untuk melintasinya.



Juli 1946

Terjadi Agresi Militer Belanda I (Operasi Produk), pertempuran terjadi di setiap front pertempurannya. Selama pertempuran berlangsung, Bpk Ichiki ikut terlibat untuk mengarahkan operasi di markas besar. (Red: Agresi Militer Belanda I terjadi pada 7 Juli 1947).



Pertengahan Agustus 1946

Terjadi benturan antara pasukan-pasukan pejuang kemerdekaan untuk memperebutkan kekuasaannya. Sebagian besar dari mereka secara tidak sengaja ikut terlibat dalam konflik antar fraksi partai yang berbeda ideologi dimana mereka berafiliasi.



29 Agustus 1946

Begitu mendapatkan informasi bahwa pasukan satuan Takai (P.T.) yang terlibat dalam konflik tersebut akan berangkat ke Linggarjati untuk melawan P.I(???), maka Ichiki mencoba meyakinkan mereka melalui kepala pasukan polisi militer di wilayah Garut karena “bukan waktunya untuk bertempur antar sesama” dan meminta menarik pasukannya dari Linggarjati.



15 September 1946

Bpk Ichiki berangkat ke rumah Bpk Fukui yang bertugas berjaga selama pasukan satuan Takai tidak ada di Sumedang dan menunggu peristiwa tersebut berakhir.



20 September 1946

Bpk Ichii pergi ke Linggarjati atas permintaan kepala satuan Bpk Takai dan menyaksikan pengakhiran peristiwa. Pada saat itu Bpk Ichiki diminta untuk membawahi pasukan satuan Takai, tetapi tampak keengganannya.



25 September 1946

Bpk Konno yang berasal dari angkatan udara Jepang yang mengalami luka-luka dalam pertempuran di Bandung sedang mendapatkan pengobatan di Sumedang, tetapi gugur akibat penyakit ***. Pemakaman secara militer oleh satuannya dengan diantar banyak warga desa.

(sumber: keterangan saksi, Bpk Takano yang menikah dengan putri kepala wilayah tersebut)



10 Oktober 1946

Bpk Ichii menjadi kepala satuan atas permintaan Bpk Takai. Linggarjadi adalah tempat dimana ditandatangani kesepakatan gencatan senjata. Selama perundingan berlangsung, pasukan bersembunyi diam-diam. Tetapi sembari menunggu waktu, para anggota pasukan mengikuti pelatihan penyegaran untuk mengantisipasi operasi ke depan.



November 1946

Beredar uang kertas pertama yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Dengan demikian, Gunpyo atau uang militer Jepang tidak berlaku lagi, sehingga pasukan harus menghadapi masalah dana untuk bertempur.



Akhir November 1946

Pasukan satuan Takai mengalami kesulitan untuk mempertahankan pasukannya akibat pembubaran pasukan polisi militer yang membawahinya. Sesuai keinginan anggota, satuannya bubar dan membentuk satuan baru dengan anggota yang tersisa. Kepala satuan Bpk Ichiki, wakil kepala Bpk Takai, Bpk ISHII Yoshinami (mantan Letda Tentara Jepang) dkk, total 13 orang meninggalkan Linggarjati dan menarik mundur ke markas polisi militer di Yogyakarta.


5-25 Desember 1946

Selama periode tersebut, Bpk Ichiki membuat buku pedoman pengajaran perang atas permintaan Kolonel Sugandar, ajudan tinggi markas besar. Dalam periode yang sama, Bpk Matsuo yang berasal dari pasukan pemeliharaan penerbangan tentara Jepang dan 2 rekan lainnya memisakan diri dari pasukan.



28 Desember 1946

Atas permintaan markas besar dan markas polisi militer, Bpk Ichiki dan 9 rekan lainnya ditetapkan untuk ditempatkan sebagai instruktur di batalyon pendidikan militer yang berada langsung dibawah kewenangan markas di Sudiun(Magetan). (komandan batalyon Letkol Bpk Latief)



1 Januari 1947

Bpk Ichiki dan 9 rekan orang Jepang lainnya merayakan tahun baru di tempat baru di Magetan.



20 Maret 1947

Bpk Ichiki dan 9 rekan lainnya mendapatkan pembagian tugas. Yaitu:

Kepala regu Bpk Ichiki ditempatkan di Sarangan dan membantu markas seperti yang dilakukan sebelumnya

Wakil kepala satuan Bpk Takai dan 3 orang lainnya mengumpulkan informasi

Mantan Ledta Bpk Ishii dan 4 orang lainnya sebagai instruktur di pasukan pendidikan

Setiap anggota pasukan batalyon pendidikan kembali ke pasukan sebelumnya selama 28 Mei sampai 22 Juni. Sebelumnya mereka aktif memainkan peranannya sebagai pasukan garis depan untuk front Sumobito. Bpk Ichiki meninjau garis depan sambil memberikan semangat kepada anggota.

Sedangkan Bpk Yamashiro, instruktur pasukan pendidikan berangkat ke Jawa bagian barat atas izin kepala regu Bpk Ishii, meminta ke arah Solo, sehingga mereka berpisah dengan Bpk Ichiki.



20 Juli 1947

Bpk Ichiki dan 3 orang di pasukan pendidikan diangkat sebagai instruktur di akademi perwira di Sarangan (dalam pelatihan penyegaran untuk perwira muda) atas perintah markas. Kemudian akibat agresi yang dilakukan oleh tentara Belanda kembali (Red. Agresi Militer Belanda I), akademi tersebut bubar dan siswanya kembali ke pasukan semula.


Akibat perubahan situasi secara drastis, Bpk Ichiki langsung bertugas kembali di markas, sedangkan 3 orang lainnya diperintahkan untuk mengintai pembangunan basis musuh dalam rangka mengantisipasi invasi pasukan Belanda.



4 Oktober 1947

Bpk YOSHIZUMI Tomegoro yang membentuk pasukan rakyat (Brigade 13?) dan sedang melakukan perang gerilya di Blitar, Jawa Timur kambuh tuberculosis, penyakit bawaannya sehingga menjadi koma.


Bpk Ichiki mencari ex rumah orang Belanda yang cocok di Sawangan karena bersih udaranya supaya Bpk Yoshizumi bisa beristirahat. Sawangan adalah resor dan tempat peristirahatan yang pada saat itu dijadikan sebagai lokasi penahanan kurang lebih 500 orang Jerman.

Kemudian, Bpk Ichiki meminta Bpk YAMANO Goro untuk mempersiapkan tempatnya termasuk mencari perawat, berkomunikasi dengan markas dan juga sibuk bolak-balik antara Yogyakarta, Sawangan dan Jawa bagian timur. (bersambung)











58 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page